Oleh : Siti Rutmawati
Bukan kabar yang menyenangkan memang, para peneliti terbaru dari
University of Cincinnati (UC)
Montefiore Headache Center,
Albert Einstein College of Medicine, and Vedanta Research menunjukkan bahwa
migrain akan menjadi lebih agresif pada wanita yang mendekati masa menopause.
Banyak wanita yang mengeluhkan sakit kepala migrain menjelang masa menopause dan sekarang para peneliti menemukan bahwa keluhan mereka beralasan. Para wanita tersebut memiliki risiko
mengalami migrain lebih dari 10 hari tiap bulannya, dan ini disebut dengan sakit kepala frekuensi tinggi. Risiko tersebut meningkat hampir
60 persen pada wanita yang berada pada masa transisi menuju masa menopause. Kondisi ini juga ditandai dengan siklus menstruasi yang tak teratur (
perimenopause) dibandingkan dengan siklus menstruasi normal wanita.
Penelitian yang dilakukan tersebut melibatkan sekitar 3.664 wanita yang mengalami migrain menjelang masa menopause mereka.
Tahap perimenopause selanjutnya di mana wanita mengalami rendahnya kadar hormon estrogen dan melewatkan periode menstruasi adalah masa di mana risiko migrain terasa paling jelas.
Para peneliti mengatakan bahwa wanita dalam penelitian mereka tersebut mengaku bahwa
migrain yang mereka alami mengalami peningkatan rasa sakit kepala hingga 76 persen selama menopause. Hanya saja para peneliti tidak meyakini bahwa sakit kepala tersebut disebabkan oleh perubahan hormon.
Mereka menduga bahwa sakit kepala tersebut merupakan
efek dari penggunaan obat yang berlebihan. Seiring dengan pertambahan usia mereka akan mengalami
sakit kepala, nyeri sendi, dan nyeri punggung. Karena kondisi tersebut memungkinkan mereka untuk mengonsumsi obat penghilang sakit kepala.
Sumber Artikel :
https://www.merdeka.com/sehat/